Hari perempuan sedunia
merupakan momentum bangkitnya pengakuan dunia tentang keberadaan perempuan
untuk disejajarkan perannya dengan kaum laki-laki merupakan peringatan
keberhasilan kaum perempuan dalam mengubah kedudukannya di bidang ekonomi,
politik, pendidikan serta sosial budaya. Eksistensi mereka seakan tak mau
ketinggalan, apapun yang dilakukan oleh kaum adam setidaknya harus pula bisa
dilakukan oleh kaum hawa.
Hal itu bukan hanya terjadi
di dunia nyata, di dunia tak nyata pun eksistensi mereka terlihat sejajar
dengan kaum adam. Bahkan fakta menunjukkan, media sosial (medsos) sekarang,
lebih banyak didominasi oleh perempuan, inilah yang terjadi di Amerika menurut
sebuah infografis yang dicetuskan oleh Alex Hilsberg dari situs keuangan
pribadi, FinancesOnline.com,wanita di sana lebih mendominasi media seperti
Facebook, Twitter, Instagram, hingga Tumblr jika dibandingkan dengan pria.
Bagaimana dengan di Indonesia? Meski belum ada penilitian yang sama, namun saya
kira tak jauh berbeda, toh, setiap updatean dari seorang wanita selalu lebih
banyak respon daripada dari akun seorang laki-laki. Ini juga menjadi bukti
bahwa di dunia tak nyata pun seorang wanita selalu menjadi pujaan dan sorotan.
Tak ada yang salah dengan
itu semua, terlebih komunikasi adalah hak asasi bagi setiap manusia, baik
laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama. Bahkan dalam sisi lain,
wanita bisa lebih produktif (menghasilkan uang) dari jalan sosmed. Bagi mereka
yang peka, sosmed bisa menjadi lahan basah untuk berwirausaha atau berjualan.
Namun secara zaman, sosmed kini lebih populer bagi orang masa kini untuk
bergaul, berbagi pin dan akun kini sudah terbiasa di era gadget sekarang ini.
Dalam dua dekade terakhir,
ilmu dan teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan yang
paling banyak dirasakan menyentuh kehidupan masyarakat saat ini salah satunya
adalah kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Saat ini
seluruh orang di dunia dapat berkomunikasi dengan mudah dengan kerabat atau
siapapun di belahan dunia lainnya. Mereka juga bisa mendapat berbagai informasi
yang mudah dan cepat (Mulyawan,2010:1).
Helmi Qodrat Ichtiat, dari
Universitas Indonesia, mencermati fenomena ini sebagai masalah, terutama di
kota besar. Dengan kemacetan yang luar biasa, komunikasi langsung menjadi
sangat terbatas. Ditambah lagi, ada gangguan dari alat-alat komunikasi itu
sendiri. Kasus menarik ketika sebuah keluarga kecil duduk bersama di sebuah
resto, tapi ibunya asyik bermain BBM dengan teman arisan, ayahnya sibuk
chatting dengan teman main golf, sementara anaknya main games di ponsel
miliknya sendiri. Kebersamaan yang langka itu pun berlalu tanpa makna.
Perempuan adalah makhluk
yang gemar bersosialisasi. Salah satunya dengan berbagi informasi sesama
perempuan maupun lawan jenis. Terutama berbagi informasi dengan ‘peer group’.
Hal ini sangat erat hubungannya dengan menyalurkan isi hati maupun emosi yang
dirasakan pada saat yang sama. Apalagi yang diajak sharing adalah mereka yang
memiliki kesamaan dalam beberapa hal sehingga membuat perempuan pada umumnya
menjadi merasa nyaman. Salah satunya karena paham akan kebiasaan yang sama.
Kemampuan menyalurkan isi hati ini sangat penting artinya. Salah satunya adalah
mengeluarkan energy negative yang ditimbulkan oleh pemendaman masalah terlebih
jika masalah tersebut dirasa sangat berat oleh yang bersangkutan.
Salah satu jalan untuk
dapat menyalurkan isi hati adalah melalui kecanggihan teknologi. Perempuan saat
ini sangat gemar dengan membuka akun-akun sosial yang marak beredar. Salah satu
tujuan diantaranya adalah untuk ekspresi diri atau menyalurkan isi hati. Namun
jika berlebihan tetap akan membuat perempuan yang bersangkutan menjadi
bermasalah dengan beberapa pihak. Terutama orang-orang terdekat yang sebelumnya
telah menjalin hubungan baik.
Menurut pakar komunikasi
Deddy Mulyana, mengamati, ketika kita berkomunikasi secara langsung, ada
hal-hal yang tak tergantikan oleh teknologi secanggih apa pun. Misalnya, ketika
lawan bicara kita tersenyum, senyumnya bisa sangat menggetarkan. Getaran
sekeras itu tidak akan didapat dari tampilan wajah di layar komputer. Atau, ada
aroma lawan bicara yang tak bisa tercium, jika kita menggunakan skype. “Ada
sifat realitas yang paling alamiah, ketika kita bisa mengetahui sifat dan
respons lawan bicara. Bukan hanya lewat kata-kata, tetapi juga lewat tatapan
dan sentuhan. Dari bahasa tubuh seseorang, kita bisa mengetahui perasaannya
terhadap kita. Misalnya, seseorang yang menyentuh kita, cenderung menyukai
kita. Atau, seseorang memalingkan wajah dan menjaga jarak dengan kita, artinya
orang itu kurang mengapresiasi kita.,”kata Prof. Deddy seperti ditulis Femina
edisi 2 Agustus 2011.
Tetapi, bagaimanapun medsos
tetaplah internet yang sulit terbendung akan kebebasan informasi dan komunikasi
yang mengudara. Bagai pisau bermata dua,
jika bisa memanfaatkannya dengan baik, tentu akan memberikan manfaat terlebih
sosio kondisi sekarang memang memungkinkan untuk itu tentu dengan tidak semua
kehidupan serba internet. Begitu pula sebaliknya, jika salah langkah maka akan menjadi
boomerang bagi diri sendiri.
Dalam komunikasi media
sosial, bagi seorang perempuan yang telah menikah tentu menjadi satu batasan
yang jelas akan status yang disandangnya. Secara umum pun, baik disadari maupun
tidak, wanita adalah satu objek yang paling menarik bagi setiap laki-laki.
Berkaca pada beberapa kasus penipuan berkedok media sosial, setiap korban
mengaku merasa tertipu karena foto profile yang mereka kira adalah wanita
cantik ternyata bukan. Tentu hal ini menjadi catatan khusus dalam pergaulan
dunia maya meski secara fisik tidak bertemu, namun tidak dipungkiri bahwa
fitnah bisa saja terjadi.
Meski bermedia sosial
adalah satu kebebasan yang secara hak dimiliki oleh setiap orang, namun etika
dan aturan tetap harus didahulukan. Saya sendiri tidak melarang bagi setiap
wanita untuk bermedia sosial, namun saya menganjurkan, bagi setiap wanita yang
bergumul dengan media sosial agar bisa melakukan lima hal berikut.
1.Jangan
menggunakan foto wajah sendiri sebagai profil
Wanita adalah makhluk
ciptaan Allah dengan fisik yang mampu menimbulkan daya tarik. Jadi, meski hanya
dalam bentuk foto profil sekalipun, wanita tetap berpeluang untuk terlihat
menarik. Apalagi, dengan kemajuan teknologi yang memudahkan untuk menyunting
foto menjadi lebih bagus dari aslinya, semakin banyak pula profil media sosial
yang menampilkan wajah pemiliknya dalam penampilan terbaiknya.
Lantas, benarkah wanita
dilarang untuk menggunakan foto wajahnya sendiri sebagai profil akun media
sosialnya? Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, beliau berkata, “Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui
Rasulullah SAW dengan memakai pakaian yang tipis. Maka
Rasulullah SAW pun berpaling darinya dan bersabda, “wahai Asma’,
sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat
dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua
telapak tangannya.” (HR. Abu Daud)
Dari hadits ini jelas
mengisyaratkan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua
telapak tangannya, hal ini juga termaktub dalam kitab Safinatun Najah karya Syekh
Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami. Dengan demikian, seorang
wanita sebenarnya tidak dilarang menampilkan wajahnya termasuk menjadikannya
foto profil media sosial, dengan catatan, bahwa foto tersebut tidak direkayasa
atau tampil dengan dandanan menarik sehingga menimbulkan unsur ketertarikan
terhadap lawan jenis, tidak berpose dalam gaya yang aneh-aneh atau cenderung
menggoda, ataupun menampilkan bagian tubuh yang menjadi auratnya.
2. Tidak
menceritakan rahasia keluarga apalagi suami di media sosial
Bagi wanita yang telah
berkeluarga, antara suami dan istri bagaikan pakaian yang saling menutupi
termasuk menutupi aib masing-masing. Terkadang, seorang pengguna akun media
sosial menulis status yang berisi keluh kesah akan kondisi rumah tangganya,
baik secara tersurat maupun tersirat tanpa dia menyadari bahwa hal itu juga
termasuk membuka aib pasangannya sendiri. Jadi dalam hal ini, larangan semacam
ini dapat dibenarkan dan sudah semestinya setiap pengguna akun media sosial
termasuk kaum wanita, dapat menahan diri untuk tidak mengumbar rahasia keluarga
dan aib pasangannya di media sosial.
3. Tidak
pamer makanan, harta benda, dan lain-lain
Memamerkan sesuatu memiliki
dua sisi, yang pertama sebagai wujud kesyukuran dan yang kedua dapat menjadi
wujud riya. Larangan ini muncul barangkali karena kecenderungan kaum wanita
untuk mengunggah apa saja yang ia miliki ke media sosial sehingga menimbulkan
keresahan bagi pengguna yang lain. Jadi, untuk hal pamer-pameran di media
sosial, ada baiknya kita meluruskan niat terlebih dahulu, apakah unggahan
tersebut kita lakukan dalam rangka mensyukuri karunia-Nya ataupun karena
menginginkan pujian orang lain atas apa yang kita miliki.
4. Tidak
menyebar energi negatif dengan mengeluh di media sosial
Terkadang, persoalan hidup
yang sedang dihadapi membuat seseorang membutuhkan tempat untuk mencurahkannya
agar merasa lebih lapang. Dalam hal ini, termasuk juga media sosial. Tetapi,
mengingat media sosial adalah sarana yang bisa diakses banyak orang, maka media
sosial bukanlah pilihan yang bijak untuk mencurahkan keluh kesah apalagi
terkait masalah pribadi.
Kalaupun sudah tak tahan
ingin mengeluh, tarik napas dalam-dalam, baca istigfar di dalam hati, jika tak
tahan juga, tulislah keluhan sobat dalam ungkapan yang puitis, ataupun yang
disertai harapan optimis agar statemen di media sosial tidak lagi beraura
negatif. Karena energi negatif sangat mudah menular terutama di tempat-tempat
“terbuka” seperti di media sosial selain hal itu juga dapat membuka aib
sendiri.
5. Tidak
fesbukan / twitteran!
Terakhir, puncak dari
keresahan beberapa pihak memunculkan larangan paling ekstrim untuk wanita:
jangan fesbukan / twitteran! Mungkin, dengan melihat berbagai dampak negatif di
atas hingga akhirnya terbitlah larangan ini. Nah, dalam hal ini tentu saja
kembali kepada diri sobat masing-masing sebagai pengguna akun media sosial.
Jika kita mampu bersikap bijak dan menahan diri, tahu mana yang pantas untuk
ditulis dan diunggah dan mana yang tidak, atau lebih baik lagi jika kita bisa
memanfaatkan media sosial sebagai ladang dakwah atau menginspirasi orang lain
misalnya, tentu saja tidak ada alasan yang kuat bagi orang lain untuk melarang
kita menggunakan media sosial.
Tetapi jika media sosial
justru sering digunakan untuk melakukan keempat hal di atas, atau media sosial
berhasil melalaikan sobat dari ibadah dan kewajiban, dan yang lebih fatal lagi,
media sosial justru menjadi tempat untuk berakrab ria dengan lawan jenis hingga
melewati koridor yang wajar, ataupun kerap menyindir dan mencerca pihak lain,
maka larangan ini sepertinya memang sangat layak untuk sobat jadikan alarm
peringatan. Wallau a’lam bishshowab. (Alfin
Hidayat)
No comments:
Post a Comment